Beritabanten.com – Ketum Forum Dai & Mubalig Azhari Indonesia (FORDAMAI) Fahmi Salim menyebut penganugerahan gelar Pahlawan Nasional Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur mengandung misi penyeimbang politik.
Azhari Indonesia adalah sebutan untuk alumnus Universitas Al-Azhar Mesir tempat di mana Gus Dur menimba ilmu sebelum beramgkat ke Baghdad Irak.
Mereka punya kesamaan tradisi ilmiah dengan Gus Dur sehingga merasa bangga atas pengangkatan Gus Dur sebagai Pahlawan Nasional.
Alasannya, Gus Dur adalah presiden yang menandai babak baru reformasi, tokoh pluralisme, dan pembela hak asasi manusia.
“Ia dikenal menolak diskriminasi etnis Tionghoa, membela kelompok minoritas (non-muslim, Ahmadiyah, Syi’ah, dll), dan membuka kembali ruang kebebasan setelah 32 tahun Orde Baru membungkam rakyat,” katanya pada media di Jakarta Selatan, Senin 11 November 2025.
Meski demikian, sosok Gus Dur sarat kontroversi. Katanya, Gus Dur sempat mengusulkan pencabutan Tap MPRS No. XXV/1966 tentang pelarangan PKI dan ajaran komunisme, serta bersikap terbuka terhadap normalisasi hubungan Indonesia–Israel.
“Kedekatannya dengan tokoh Zionis Shimon Peres menimbulkan pertanyaan, karena Indonesia berlandaskan prinsip anti-penjajahan sebagaimana amanat konstitusi,” dia jelaskan.
Dia lantas mengutarakan pandangan banyak pengamat terkait penganugerahan gelar pahalawan nasional kepada Gus Dur tahun ini juga bisa dibaca sebagai imbangan politik.
“Pemerintah tahu, kubu Nahdlatul Ulama menolak keras pemberian gelar kepada Soeharto,” imbuh dia.
Karenanya, dengan menobatkan Gus Dur di saat yang sama, negara seolah meredam resistensi moral NU dan menegaskan bahwa ‘semua anak bangsa mendapat tempat’.
“Gus Dur dengan demikian menjadi simbol penyeimbang simbolik — pahlawan kemanusiaan dan kemajemukan, di sisi pahlawan pembangunan,” demikian Fahmi Salim menutup. (Red)
Cek Berita dan Artikel Lainnya di Google News Beritabanten.com


Tinggalkan Balasan