Beritabanten.com – Pemerintah melalui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, secara resmi mengonfirmasi bahwa proyek ambisius untuk menggantikan Liquified Petroleum Gas (LPG) yang selama ini kita gunakan dengan Dimethyl Ether (DME) kini sedang dalam tahap finalisasi.
Artinya, era tabung gas biru dan melon atau Gas Elpiji 3 kg yang ikonik mungkin akan segera berakhir, digantikan oleh energi baru yang bersumber dari kekayaan alam Indonesia sendiri, yaitu batu bara.
Langkah drastis ini didorong oleh dua alasan utama yang sangat krusial dan mendesak.
Memutus Kecanduan Impor LPG
Indonesia ternyata sangat bergantung pada impor LPG.
Menteri Bahlil membeberkan angka yang mengejutkan, dari total konsumsi nasional sebesar 8,5 juta ton per tahun, kapasitas produksi dalam negeri hanya mampu menyumbang 1,3 juta ton.
Sisanya, sekitar 6,5 hingga 7 juta ton, harus didatangkan dari luar negeri.
Ini tentu saja menguras devisa negara dalam jumlah besar.
Dengan memanfaatkan batu bara yang melimpah, pemerintah berharap bisa melahirkan substitusi impor dan mencapai kemandirian energi.
Menuju Dapur Lebih Hijau
Selain alasan ekonomi, DME yang dihasilkan melalui proses gasifikasi batu bara (mengubah batu bara menjadi gas) diklaim lebih ramah lingkungan dibandingkan LPG murni.
Ini sejalan dengan upaya global menekan emisi gas rumah kaca.
Bagi yang belum familiar, DME ini seperti kembaran tapi tak sama dengan LPG.
Karakteristik DME
1. Mirip secara Fisik & Kimia
Sifat DME sangat mirip dengan LPG, sehingga infrastruktur yang sudah ada seperti tabung, tempat penyimpanan (storage) dan handling berpotensi besar bisa digunakan kembali tanpa modifikasi besar-besaran.
2. Kalori lebih rendah, masak sedikit lebih lama
Kandungan panas (calorific value) DME (7.749 Kcal/Kg) memang lebih rendah dibandingkan LPG (12.076 Kcal/Kg).
Artinya, waktu memasak menggunakan DME akan sedikit lebih lama, diperkirakan sekitar 1,1 hingga 1,2 kali lipat dibandingkan menggunakan LPG.
3. Lebih ramah lingkungan
DME memiliki keunggulan signifikan dari sisi lingkungan, yaitu :
- Mudah terurai di udara sehingga tidak merusak lapisan ozon.
- Mampu meminimalisir emisi gas rumah kaca hingga 20% dibandingkan LPG (dari 930 kg CO2/tahun menjadi 745 kg CO2/tahun).
Hasil pembakarannya lebih bersih, nyala api biru dan stabil, tidak menghasilkan particulate matter (pm) atau jelaga, tidak menghasilkan NOx dan tidak mengandung sulfur.
Perlu Kompor Khusus
Nah ini poin penting yang perlu dicatat, untuk bisa memanfaatkan DME 100%, masyarakat membutuhkan kompor khusus DME, tidak bisa langsung menggunakan kompor LPG yang ada saat ini.
Rencana ambisius ini bukanlah sekadar wacana di atas kertas.
Kementerian ESDM melalui Balitbang ESDM telah melakukan serangkaian uji coba pemakaian DME (termasuk DME 100%) kepada ratusan kepala keluarga di Palembang, Muara Enim (Desember 2019 – Januari 2020) dan Jakarta (Kecamatan Marunda 2017).
Hasilnya yaitu secara umum, masyarakat dapat menerima penggunaan DME, meskipun mengakui adanya perbedaan waktu memasak yang sedikit lebih lama.
Proyek konversi DME ini merupakan salah satu dari 18 proyek hilirisasi strategis nasional yang saat ini sedang dalam tahap finalisasi oleh Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara).
Menteri Bahlil memastikan bahwa Pra Studi Kelayakan (pra-Feasibility Study) untuk proyek ini telah rampung dan kini sedang dipelajari lebih lanjut oleh konsultan sebelum implementasi penuh.
Kini Indonesia bersiap menyambut era baru energi di dapurnya. (Red)
Transisi dari LPG impor ke DME berbasis batu bara ini diharapkan menjadi langkah besar menuju kemandirian energi sekaligus kontribusi nyata dalam upaya global mencapai target energi bersih.
Cek Berita dan Artikel Lainnya di Google News Beritabanten.com


Tinggalkan Balasan