Beritabanten.com – Aktivitas penumpukan dan pengelolaan batubara (stockpile) di Kecamatan Cibeber, Kota Cilegon, tengah menjadi sorotan masyarakat.
Pasalnya, lokasi kegiatan tersebut berada di kawasan yang menurut Peraturan Daerah Kota Cilegon Nomor 1 Tahun 2020 ditetapkan sebagai zona pemukiman.
Berdasarkan peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dalam perda tersebut, Kelurahan Kalitimbang—tempat aktivitas stockpile berlangsung—termasuk dalam area yang diperuntukkan untuk permukiman.
Dengan demikian, kegiatan industri seperti penumpukan batubara tidak semestinya beroperasi di wilayah tersebut.
Kondisi ini menimbulkan dugaan adanya pelanggaran tata ruang yang berpotensi melanggar hukum.
Keberadaan stockpile di area pemukiman juga menimbulkan kekhawatiran warga terkait dampak pencemaran udara, kebisingan, hingga penurunan kualitas lingkungan.
Ironisnya, aktivitas tersebut dikabarkan telah berjalan cukup lama tanpa ada tindakan tegas dari pihak berwenang.
Padahal, berdasarkan ketentuan yang berlaku, setiap pelaku usaha wajib menyesuaikan izin penggunaan lahan dan kegiatan operasional dengan zonasi yang ditetapkan dalam peraturan daerah.
Pertanyaan pun muncul mengenai keabsahan izin yang digunakan. Apakah izin usaha dan izin pemanfaatan lahan yang dimiliki masih berlaku atau justru diterbitkan tanpa mempertimbangkan kesesuaian tata ruang.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Cilegon, TB Dendi Rudiatna, menjelaskan bahwa wilayah Kecamatan Cibeber dan Cilegon termasuk dalam zona pemanfaatan perdagangan dan jasa, sementara Kelurahan Kalitimbang diperuntukkan bagi kawasan pemukiman.
“Setelah kami bahas, dari segi pemanfaatan ruang itu untuk perdagangan dan jasa,” ujar Dendi, Selasa (4/12/2025).
Ia menegaskan bahwa penegakan aturan tata ruang tidak boleh diabaikan.
Jika kawasan yang telah ditetapkan sebagai pemukiman diubah fungsinya menjadi kawasan industri tanpa dasar hukum yang jelas, hal itu akan menjadi preseden buruk bagi tata kelola ruang di Kota Cilegon.
Sementara itu, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Cilegon menyebut telah memeriksa izin lingkungan milik pelaku usaha stockpile tersebut.
Kepala Bidang Pengendalian Lingkungan (Pendal) DLH, Asep Faturrahman, menyatakan bahwa usaha tersebut memiliki Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL).
“Iya, ada SPPL-nya. Tapi itu keluar otomatis dari OSS dan biasanya mereka sendiri yang menginput di sistem,” kata Asep, Jumat (7/11/2025).
Namun, DLH belum mengetahui secara rinci luas area yang digunakan maupun dampak lingkungan yang ditimbulkan, karena belum dilakukan pemeriksaan lapangan.
“Untuk SPPL itu maksimal luasnya satu hektar. Kami juga belum melakukan pengecekan ke sana,” tambahnya.
Asep menyampaikan bahwa pihaknya akan segera melakukan verifikasi di lapangan untuk memastikan kesesuaian izin serta dampak lingkungan dari aktivitas tersebut.
Kegiatan industri di kawasan pemukiman tidak hanya berpotensi melanggar aturan tata ruang, tetapi juga bertentangan dengan prinsip pembangunan berkelanjutan.
Kawasan pemukiman seharusnya menjadi ruang hidup yang aman dan nyaman bagi masyarakat, bukan terancam oleh aktivitas industri yang berisiko tinggi terhadap kesehatan dan lingkungan.
Pemerintah daerah diharapkan bertindak tegas agar penataan ruang di Kota Cilegon tetap sesuai dengan aturan dan tidak menimbulkan dampak negatif bagi warga sekitar. (Nbl)
Cek Berita dan Artikel Lainnya di Google News Beritabanten.com


Tinggalkan Balasan