Penulis: Kabag Humas BAZNAS RI Yudhiarma MK
Beritabanten.com – Di sebuah lapangan Rindam Jaya, Jakarta, terik matahari dan deru disiplin menyatu. Bukan prajurit TNI, melainkan 500 amil BAZNAS RI—para patriot pengentasan kemiskinan.
Zakat _warrior_ yang menjalani Diklat Bela Negara dalam dua gelombang di celah sejarah antara Hari Santri Nasional (22 Oktober) dan Hari Pahlawan (10 November). Sebuah simetri yang bukan kebetulan, melainkan narasi utuh tentang perjuangan bangsa.
Ini bukan sekadar pelatihan biasa, tapi dialektika antara jiwa santri dan spirit ksatria; antara ketundukan hati pada Ilahi dan keteguhan raga membela Tanah Air.
Apalagi sebagian besar amil adalah alumni pesantren, yang jasmani dan ruhaninya telah ditempa oleh ritme kehidupan nonstop dari pukul 04.00 pagi hingga 22.00 malam. Mereka adalah produk dari disiplin tinggi yang dibungkus kasih sayang para ustaz dan kiai.
Kini, di kawah candradimuka Rindam Jaya, disiplin spirutual itu berpadu dengan disiplin kebangsaan. Hasilnya? Sebuah sintesis manusia unggul: “amil berotot kawat, bertulang besi, berhati Qurani.”
Lantas, mengapa amil—yang bertugas mengelola zakat—perlu dilatih baris-berbaris, wawasan kebangsaan, dan kepemimpinan ala militer?
Pertama, zakat bukan sekadar transaksi ekonomi, melainkan proyek peradaban. Sebagai pilar keadilan sosial, zakat adalah benteng terakhir melawan ketimpangan. Namun, benteng itu hanya kokoh jika dijalankan oleh para amil yang tidak hanya cakap administratif, tetapi juga memiliki mentalitas pejuang.
Tantangan di lapangan—dari resistensi kultural, ketidakpercayaan publik, hingga godaan korupsi—memerlukan ketahanan mental dan fisik yang prima. Diklat ini adalah vaksin terhadap mentalitas lembek dan pragmatisme birokratis.
Kedua, ada krisis narasi kebangsaan yang melanda negeri ini. Nasionalisme sering terjebak dalam retorika kosong, terpisah dari aksi nyata. Dengan menyatukan semangat Hari Santri yang merawat spiritualitas dan Hari Pahlawan yang mengobarkan semangat perjuangan dan pengorbanan, BAZNAS membangun narasi baru: zakat _warrior_ sebagai patriotisme sosial.
Bela negara tidak melulu tentang memanggul senjata, tetapi tentang memastikan tidak ada satu pun warga negara yang tertinggal dari kemakmuran. Amil adalah garda depan patriotisme model ini. Mereka adalah para patriot filantropi.
*Sintesa Santri-Ksatria*
Pesan Ketua BAZNAS, Prof. Dr. KH. Noor Achmad, MA, mengungkap dialektika yang terjadi: “awalnya terasa berat,” “ada yang merasa terpaksa,” namun akhirnya “semua menikmati” dan justru “makin semangat”. Ini adalah gambaran sempurna dari proses Hegelian: tesis (disiplin pesantren) dan antitesis (disiplin militer) melahirkan sintesis—sebuah bentuk baru amil yang tangguh, adaptif, dan berjiwa pelayanan prima.
Pimpinan BAZNAS RI, Kol CAJ (Purn) Nur Chamdani dan para pelatih Rindam Jaya, bukan sedang mencetak tentara, melainkan mengaktivasi memori kode ksatria yang sudah tertanam dalam DNA kultural mereka sebagai santri.
Jika di pesantren mereka dilatih untuk taat pada komando ustaz dan kiai, di Rindam Jaya mereka dilatih untuk taat pada _coach_ nasionalis dan patriotis. Kombinasi ini menghasilkan amil yang tidak hanya _shalih_ secara individu, tetapi juga _mushlih_ (reformis) secara sosial.
*Amil Bela Negara*
Maka, diklat ini bukan ritual seremonial. Ia adalah langkah solutif-strategis. Dalam konteks makro, Indonesia membutuhkan lembaga filantropi yang tidak hanya _well-funded_, tetapi juga _well-forged_—ditempa hingga berkarakter baja.
Amil yang kuat secara fisik dan stabil secara emosional adalah prasyarat untuk membangun ekosistem zakat yang akuntabel, profesional, dan berintegritas.
Dengan “otot kawat dan tulang besi” itu, mereka akan lebih tahan banting menghadapi kompleksitas problem mustahik dan skeptisisme muzaki.
Mereka adalah duta-duta yang mewujudkan bela negara melalui pelaporan yang transparan, distribusi yang tepat sasaran, dan advokasi yang membela kaum mustadhafin.
*Dari Rindam untuk Umat*
Kegiatan ini menjadi metafora dan diorama yang hidup. Seperti Bung Karno yang pernah menggali api perjuangan dari sejarah, BAZNAS menggali pahlawan-pahlawan baru dari pesantren dan melatih mereka di markas militer.
Mereka adalah ksatria filantropi zaman _now_, yang bersenjata laptop dan berkantor digital, bertempur di kantong-kantong kemiskinan, dengan komando panggilan ilahi untuk menyejahterakan umat.
Seperti pesan KH. Noor Achmad: “Semoga BAZNAS semakin kuat karena memiliki amilin-amilat hebat”. Di tangan merekalah, zakat tidak lagi sekadar kewajiban individu, melainkan aksi kolektif membela negara melalui keadilan sosial.
Dan itu dimulai dari lapangan Rindam Jaya, di antara gema takbir Hari Santri dan pekik heroik Hari Pahlawan.
*Patriot Filantropi*
Mereka bukan tentara, tapi berseragam khaki. Senjata mereka bukan senapan, tapi paket bantuan. Para patriot zakat yang telah menyelesaikan Diklat Bela Negara, dalam sebuah gladi tempur melawan musuh peradaban paling purba: kemiskinan.
Mereka ke Rindam Jaya, bukan untuk memanggul senjata, tapi mengokohkan mental sebagai prajurit di garis depan pengentasan kemiskinan. Inilah perang yang sesungguhnya, di medan bernama Indonesia.
Jika tentara bertempur melawan ancaman fisik eksternal, patriot zakat berlaga dalam perang asimetris melawan kemiskinan—musuh yang tak kasat mata namun dampaknya lebih mematikan daripada peluru. Kemiskinan adalah teroris sejati yang merampas masa depan anak bangsa, melumpuhkan potensi generasi, dan menggerogoti ketahanan nasional.
Diklat ini bukan sekadar pelatihan biasa, tapi pembentukan mindset tempur. Nilai-nilai dasar bela negara—kedisiplinan, kepemimpinan, etika, dan wawasan kebangsaan—adalah amunisi yang akan digunakan di Padang kurusetra sesungguhnya: dari perkotaan kumuh hingga pedesaan dan daerah terpencil.
Fakta bahwa sebagian besar amil adalah alumni santri menciptakan sebuah force multiplier yang strategis. Santri yang terbiasa hidup disiplin sejak jam 04.00 hingga 22.00, dididik dengan tegas namun penuh kasih sayang para kiai, kini mendapatkan lapisan pelatihan tambahan: mentalitas ksatria.
Di sini proses dialektika pun terjadi. Disiplin spiritual pesantren bertemu dengan disiplin fisik militer. Hasilnya adalah sintesis manusia unggul: amil yang tidak hanya menguasai fikih zakat, tapi juga memiliki ketahanan mental “berotot kawat bertulang besi” untuk menghadapi kompleksitas masalah di lapangan.
Pelatihan di bawah komando Letkol Inf. Tito Maulana Harahap, Mayor Inf. Nugroho Ari Legowo, dan Kapten Inf. Agung Sandhi ini, memiliki relevansi taktis yang konkret. Setiap nilai yang diajarkan memiliki aplikasi langsung di medan perang melawan kemiskinan.
Sebab kedisiplinan adalah akuntabilitas setiap rupiah zakat, kepemimpinan adalah kemampuan leadership mengelola program pemberdayaan,
ketahanan fisik adalah daya tangguh menjangkau daerah terpencil, ketabahan dan kestabilan emosional adalah kesabaran menghadapi problematika mustahik yang kompleks.
Inilah yang membedakan patriot zakat dengan pengelola dana sosial biasa. Mereka adalah pasukan khusus yang dipersiapkan untuk misi-misi sulit pengentasan kemiskinan.
Target operasi patriot zakat sangat jelas: menjadikan BAZNAS sebagai lembaga utama menyejahterakan umat. Setiap mustahik yang berhasil dientaskan dari kemiskinan adalah satu kemenangan dalam perang besar ini.
Setiap dana zakat yang terkumpul dan terdistribusikan dengan transparan adalah senjata yang tepat sasaran. Setiap program pemberdayaan yang berkelanjutan adalah strategi pendudukan di wilayah kemiskinan.
Maka, para amil yang telah lulus dari Rindam Jaya ini bukan hanya pasukan BAZNAS—mereka adalah patriot bangsa Indonesia. Mereka membutuhkan dukungan semua pihak, dari muzaki yang konsisten menunaikan rukun Islam ketiga hingga kebijakan dan program yang mempermudah distribusi hingga mengubah mustahik menjadi sukses dan berdaya.
Seperti pesan Kiai Noor Achmad: “BAZNAS semakin kuat karena memiliki amilin-amilat yang hebat”.
Maka pertempuran telah dimulai. Kemenangan akan dicapai, bukan dengan peluru, tapi dengan ketulusan, profesionalisme, dan semangat bela negara yang makin membenam dalam di hati para patriot filantropi. ***
Cek Berita dan Artikel Lainnya di Google News Beritabanten.com


Tinggalkan Balasan