Beritabanten.com — Rupiah membuka perdagangan Jumat ini dengan sedikit penguatan. Pada sesi awal, nilai tukar rupiah naik tiga poin atau sekitar 0,02 persen ke level 16.725 per dolar AS, dari posisi sebelumnya 16.728 per dolar AS.

Kendati rupiah sempat menguat pada pembukaan, Presiden Direktur PT Doo Financial Futures sekaligus pengamat pasar uang, Ariston Tjendra, memperkirakan kinerja rupiah pada hari ini cenderung melemah.

Ia menyebut menurunnya keyakinan pasar terhadap pemangkasan suku bunga acuan Amerika Serikat menjadi faktor dominan.

“Ekspektasi pasar terhadap pemangkasan suku bunga AS yang semakin kecil masih menjadi tekanan bagi rupiah,” katanya, dikutip dari Antara.

Menurut laporan Xinhua, berakhirnya penutupan pemerintahan federal AS membuat perhatian investor kini kembali tertuju pada serangkaian data ekonomi yang sebelumnya tertunda.

Hasil data tersebut diperkirakan akan memengaruhi pandangan pasar terhadap kelanjutan kebijakan Federal Reserve.

Ketidakjelasan arah ekonomi AS juga membuat prediksi pemangkasan suku bunga pada pertemuan The Fed mendatang melemah tajam.

Probabilitas pemangkasan yang sebulan lalu diperkirakan mencapai 95 persen kini turun menjadi sekitar 50 persen, setelah sejumlah pejabat The Fed mengeluarkan pernyataan bernada hawkish.

Ariston menambahkan bahwa sikap pelonggaran kebijakan Bank Indonesia serta program stimulus pemerintah juga memberikan tekanan tambahan terhadap rupiah.

Menjelang Rapat Dewan Gubernur BI pekan depan, ia memperkirakan bank sentral akan menahan diri untuk menurunkan suku bunga sambil memantau perkembangan global dan domestik. Hari ini, rupiah diprediksi bergerak dalam rentang 16.750–16.700 per dolar AS.

Pengamat ekonomi dan komoditas, Ibrahim Assuaibi, juga memperkirakan rupiah berpotensi melemah pada penutupan perdagangan hari ini, dengan pergerakan di kisaran 16.730–16.770 per dolar AS.

Ia mencatat pada perdagangan Kamis (13/11), rupiah ditutup turun 11 poin ke level 16.728 setelah sempat melemah hingga 30 poin.

Ibrahim menilai penurunan rupiah dipicu banyak faktor global dan domestik. Dari luar negeri, pengesahan RUU anggaran AS yang menghentikan penutupan pemerintahan memberi sedikit kepastian pada pasar, termasuk terkait proyeksi permintaan energi AS.

RUU tersebut lolos dengan 222 suara berbanding 209, dan saat ini menunggu persetujuan Presiden Donald Trump.

Selain itu, perbedaan pandangan di internal The Fed mengenai waktu ideal untuk penurunan suku bunga turut membebani pasar.

Gubernur Fed, Stephen Miran, menilai kebijakan moneter sudah terlalu ketat, sementara Presiden Fed Atlanta, Raphael Bostic, menegaskan suku bunga sebaiknya tetap bertahan sampai muncul bukti kuat bahwa inflasi menuju target 2 persen.

Situasi geopolitik Eropa juga menambah ketidakpastian, dengan Kremlin menyebut negara-negara NATO tengah mempersiapkan persenjataan untuk kemungkinan konfrontasi langsung dengan Rusia — sesuatu yang diklaim Moskow sudah siap hadapi.

Dari dalam negeri, pemerintah menargetkan defisit APBN 2026 di level 2,68 persen terhadap PDB.

Target ini berada sedikit di atas batas aman 2,45 hingga 2,53 persen sesuai peta kinerja Kementerian Keuangan 2025–2029. Ibrahim menyoroti bahwa pemerintah belum memberikan penjelasan rinci mengenai dasar penetapan batas aman tersebut.

Ia menegaskan bahwa kondisi fiskal, kebijakan ekonomi, dan stabilitas keuangan nasional masih akan memengaruhi pergerakan rupiah dalam waktu dekat.(Sra)

Cek Berita dan Artikel Lainnya di Google News Beritabanten.com