Beritabanten.comKH Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah di Kauman, Yogyakarta, pada 18 November 1912 (8 Dzulhijjah 1330 H).

Muhammadiyah berdiri tegak hingga kini dengan pembaruan ajaran Islam melalui pendekatan tauhid, ibadah, muamalah, dan pemahaman Alquran serta sunnah.

Rentang waktu 113 tahun tersebut banyak menghasilkan karya nyata bagi republik ini, teutama dalam bidang perekonomian, pendidikan dan kesehatan.

Kali ini dengan tema  “Memajukan Kesejahteraan Bangsa”, Muhammadiyah akan berkomitmen atas kemajuan sosial, ekonomi, dan moral masyarakat.

Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir menjelaskan bahwa fokus kesejahteraan dipahami sebagai upaya menghadirkan kemakmuran yang utuh, baik secara lahir maupun batin. 

“Gerakan Muhammadiyah harus semakin memperluas usaha dalam memajukan kesejahteraan masyarakat dengan tumpuan pada kesejahteraan rohaniah,” kata Haedar.

Ia menambahkan, Muhammadiyah juga mendukung kebijakan pemerintah yang mengarah pada perwujudan kesejahteraan umum sesuai amanat UUD 1945. Menurutnya, komitmen itu berjalan seiring dengan sila kelima Pancasila: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Haedar menyebut Milad ke-113 berlangsung di tengah dinamika kebangsaan yang kompleks. “Kondisi ini menuntut kesadaran kolektif untuk mewujudkan cita-cita Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur,” ujarnya.

Komitmen Kebangsaan dan Akar Sejarah Muhammadiyah

Sejak berdiri pada 1912, Muhammadiyah menjadi bagian penting dari kebangkitan nasional dan turut berperan dalam pendirian Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Komitmen tersebut diteguhkan kembali dalam nilai “Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghafur”, sebagai cita-cita masyarakat yang indah, makmur, dan bersih.

Nilai-nilai itu juga tercermin dalam Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah, yang menyebut kesejahteraan hanya dapat diwujudkan di atas keadilan, kejujuran, persaudaraan, dan gotong royong. 

“Masyarakat yang sejahtera, aman, damai, makmur, dan bahagia hanya terwujud dengan bersendikan hukum Allah yang sebenar-benarnya,” ujar Haedar, Rabu, 1 Oktober 2025.

Dalam Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah (MKCH), Islam dipahami sebagai agama yang menjamin kesejahteraan material dan spiritual, duniawi maupun ukhrawi. Prinsip itu menjadi dasar berbagai program sosial organisasi selama lebih dari satu abad.

Agenda Kesejahteraan: Dari Pendidikan hingga Lingkungan

Dalam Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah, tercatat 16 langkah usaha yang berorientasi pada kesejahteraan. Haedar menekankan sejumlah di antaranya: pemberdayaan perempuan dalam pendidikan dan kesehatan, peningkatan kualitas layanan kemanusiaan, penguatan ekonomi dan kewirausahaan, serta pemeliharaan dan pendayagunaan sumber daya alam.

Ia menjelaskan bahwa makna kesejahteraan mencakup kondisi manusia yang makmur, sehat, dan damai. Di bidang ekonomi, istilah itu dikaitkan dengan keuntungan materi, sementara dalam kebijakan sosial merujuk pada layanan publik yang memenuhi kebutuhan rakyat.

“Muhammadiyah menempatkan kesejahteraan dalam konteks perintah konstitusi: memajukan kesejahteraan umum,” ujar Haedar.

Menurutnya, setelah kemerdekaan bangsa Indonesia harus memastikan kesejahteraan merata bagi seluruh rakyat, bukan hanya sebagian golongan. Dengan kesenjangan sosial-ekonomi yang masih tinggi, ia menilai diperlukan langkah strategis pemerintah untuk memperluas jangkauan kesejahteraan.

Seruan Refleksi dan Kiprah Seabad Lebih

Menutup pesannya, Haedar mengajak seluruh elemen masyarakat dan pemerintah untuk kembali meneguhkan semangat konstitusional Indonesia. “Perjuangan Muhammadiyah lebih dari satu abad bukan hanya dakwah, tetapi juga kerja nyata: pendidikan, kesehatan, ekonomi, hingga pemberdayaan masyarakat,” katanya. (Red)

Cek Berita dan Artikel Lainnya di Google News Beritabanten.com